Suarahits.com, Rasulullah adalah seorang pengajar dan pendidik. Beliau memberikan pengajaran dan pendidikan tentang makna dan maksud ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an, hikmah (as-Sunnah), dan berbagai hal yang belum diketahui sahabatnya. Di samping memberikan pengajaran tentang perilaku positif melalui teladan yang baik dan pengajaran tentang keesaan Allah.
Dalam sebuah hadits riwayat ad-Darimi disebutkan, suatu ketika Rasulullah melewati dua majelis di dalam masjid. Majelis pertama berisikan para sahabat yang sedang berdoa kepada Allah. Sedangkan di majelis kedua, para sahabat tengah melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Kata Rasulullah, kedua majelis tersebut bagus, namun yang kedua lah yang lebih utama. Kemudian Rasulullah duduk di majelis yang sedang mengadakan aktivitas belajar-mengajar.
Sebagai seorang pendidik, Rasulullah dibekali Allah dengan tiga hal sehingga membantunya mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnnya.
Baca Juga: Membangun Rumah Tangga Hingga Akhir Hayat Tidaklah Mudah
Pertama, empati, kasih sayang, dan ambisi akan keberhasilan dan kesuksesan umatnya. Rasulullah mendidik umatnya dengan landasan empati dan kasih sayang. Ambisi beliau hanya satu, yaitu bagaimana agar umatnya berhasil dan sukses di dunia dan di akhirat.
Kedua, berkata benar (shiddiq) dan dapat dipercaya (al-amin). Apa yang disampaikan Rasulullah adalah kebenaran. Beliau tidak pernah menyampaikan apa yang tidak diwahyukan kepadanya. Sifat inilah yang seharusnya dimiliki seorang pendidik. Menyampaikan atau mengajarkan apa yang diketahui, bukan sesuatu yang tidak diketahui.
Ketiga, berjuang tanpa pamrih. Rasulullah tidak pernah memikirkan imbalan atas pengajaran yang diberikan kepada para sahabatnya.
Lantas, bagaimana dan apa saja metode yang digunakan Rasulullah untuk mendidik para sahabatnya? Mengutip buku Ash-Shuffah (Yakhsyallah Mansur, 2015), setidaknya ada tujuh metode yang digunakan Rasulullah untuk mendidik para sahabatnya, khususnya Ahlus-Shuffah –sahabat Nabi yang tinggal di emperan Masjid Nabawi.
Pertama, metode lingkaran (halaqah). Metode ini memungkinkan para sahabat membentuk setengah lingkaran dan mengelilingi Rasulullah. Dengan metode ini, maka Rasulullah bisa mengawasi para sahabatnya dengan lebih cermat karena jarak keduanya yang lumayan dekat. Kedekatan jarak pendidik dan anak didik juga membuat hubungan emosi mereka lebih dekat. Metode model ini juga menampilkan bagaimana pendidikan Islam begitu egaliter.
“Maka Rasulullah saw. duduk di tengah kami, agar jarak antara dirinya dengan kami seimbang. Kemudian beliau memberikan isyarat dengan tangannya agar mereka duduk melingkar sehingga wajah mereka tampak oleh beliau,” kata Abu Sa’id al-Khudri dalah hadits riwayat Abi Dawud.
Kedua, metode dialog dan diskusi (al-hiwar wa al-mujadalah). Sesuai riwayat Abu Nuaim al-Asfihani, suatu ketika Rasulullah mendatangi para sahabatnya yang tinggalnya di emperan Masjid Nabawi. Semula Rasulullah bertanya perihal kondisi mereka. Namun kemudian Rasulullah menyampaikan suatu hal, mereka kemudian menjawabnya. Dan begitu seterusnya. Rasulullah dan mereka saling menimpali.
Metode pendidikan seperti itu membuat guru dan anak didik menjadi aktif. Guru tidak hanya menyampaikan pengetahuannya saja, tapi juga merangsang dan mendorong agar anak didiknya bisa mengeluarkan pemikiran dan pendapatnya tanpa rasa takut karena mendapatkan kesempatan.
Baca Juga: Mengulas Sejarah Kebaya, Baju Tradisional Simbol Perjuangan dan Nasionalisme
Ketiga, metode ceramah (al-khutbah). Mungkin ini metode yang lazim digunakan Rasulullah. Ketika mendapatkan wahyu, Rasulullah menyampaikannya dengan cara ceramah. Begitu pun ketika memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para sahabatnya. Meski demikian, Rasulullah menggunakan beberapa ‘trik’ ketika menyampaikan materi dengan metode ceramah. Seperti memulai ceramah dengan kalimat yang menimbulkan empati, menyampaikan ceramah dengan singkat, padat, dan langsung ke intinya, serta memberikan contoh atau perumpamaan yang menarik dan logis sehingga materinya mudah diterima dan dipahami.
Keempat, metode kisah (al-qishshah). Dalam menyampaikan pendidikan dan pengajaran, Rasulullah juga tidak jarang menyelipkan kisah-kisah yang terkait dengan materinya. Rasulullah sengaja menyertakan kisah atau cerita dalam pengajarannya untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah.